Di balik gelar sarjana... terselip beragam kisah. Penuh haru biru bahkan menumpahruahkan air mata.
5 tahun lamanya, akhirnya Allah mengijabah doaku. Mengabulkan pintaku untuk segera menuntaskan pendidikan sarjana.
Saat duduk dibangku kuliah tingkat tiga... Mata kuliah yang wajib diambil adalah PPL (Program Pengalaman Lapangan). Saat itu aku mulai menjalaninya dengan kondisi fisikku yang mudah letih karena tengah hamil sekitar 4 bulanan. Lokasi PPL di SD Ar-Rahman, Setiabudi, Jak-Sel membuatku harus bersemangat turun naik tangga karena tempat bagi guru-guru PPL disana berada di lantai dua. Awalnya tak ada masalah, namun kadang letih menghampiri saat mulai mengawas ulangan harian siswa kelas 6 SD yang berada di lantai tiga. Pun, ketika beberapa kali harus ikut upacara bendera pada hari senin, aku harus ikut berdiri lama meski aku kadang menyerah dan memilih duduk di belakang barisan siswa. Alhamdulillah, guru disana pun memaklumi kondisiku. Sampai dimana tiba PPL berakhir... dan tak henti-henti mengucap hamdalah. Karena ditengah kondisi hamil, aku mampu melaluinya dengan baik.
Seharusnya... Pasca PPL adalah saat berharga dimana teman-temanku melakukan penelitian guna menyelesaikan skripsi. Begitu giat mereka bolak-balik ke SD dimana mereka praktek mengajar dan memperoleh dokumentasi yang mendukung skripsi mereka. Namun, tidak dengan aku. Aku lebih memilih 'rehat' sejenak dari dunia perkuliahan karena kondisiku yang sedang hamil tua. Disaat itulah aku banyak menghabiskan waktu di rumah, mengajak komunikasi dengan si janin yang ada dalam rahimku dan mencari-cari informasi terkait nutrisi bagi ibu hamil serta persiapan melahirkan. Daaaaan... Skripsi pun, sama sekali tidak masuk dalam daftar kesibukanku. Rasanya, aku seperti bukan anak kuliahan lagi. Saat itu hanya pasrah kalau memang aku akan berhenti sampai disini karena kondisiku yang hamil tua dan tak memungkinkan penelitian serta bolak-balik ke kampus dari Bekasi ke Jakarta Selatan.
Sampai dimana saat itu tiba. Lahirlah bayi laki-laki mungil... yang aku dan suami beri nama Rayyan Syafiq Ayatullah. Pasca melahirkan, fokusku tercurah sepenuhnya padanya. Bagaimana agar aku tidak 'baby blues' dan bisa memberikan ASI eksklusif. Maka, peran baru sebagai ibu sungguh-sungguh sangat menyita waktu... Bahkan aku tidak bisa pergi kemana-mana (pergi jauh) karena Rayyan bayi sangat ketergantungan langsung saat menyusui, ia tidak mau ASI perah yang disimpan dalam botol. Hari-hariku pun dipenuhi rona bahagia sekaligus rasa letih yang mendera sangatt. Dan lagi-lagi, skripsi tak ada dalam benakku, aku sungguh sangat pesimis bisa menyelesaikan studiku.
Hingga saat itu tiba... Suamiku diwisuda S2 nya, gelar magister pun sudah ia peroleh. Sementara aku? Boro-boro S2, S1 aja belum lulus. Speechless banget saat hadir diwisuda sang suami. Kulihat banyak wisudawan mengenakan toga. Lalu, aku kapan? Lagi-lagi pesimis... entah kapan aku bisa menyusul suamiku yang mampu menuntaskan pendidikan. Pasca hadir diwisuda itu, aku tersadar... bahwa masih ada kesempatan. Pasti bisa, dan bisa! Maka, suamiku memotivasiku untuk menyusul wisuda di tahun yang sama (2013). Meski agak sedikit ragu karena aku masih punya bayi yang susah ditinggal dan tidak bisa dititipkan pada orangtua karena ketergantungan ASI secara langsung, maka aku memutar otak bagaimana agar bisa segera menggarap skripsiku.
Pada bulan kelima usia anakku, aku mulai sedikit demi sedikit mengerjakan bab demi bab skripsiku. Sambil sesekali memboyong anakku ke kampus untuk konsultasi dengan dosen pembimbing. Awalnya agak ragu membawa anakku ikut bimbingan skripsi, namun tanggapan dosen-dosen di kampus sungguh membuatku semakin yakin, aku bisa menyelesaikan studiku ini. Aku pun dimaklumi ketika setiap kali harus bimbingan membawa Rayyan membersamai.
Kemudian aku memulai penelitian di SDIT Thariq Bin Ziyad Bekasi, alhamdulillaah karena suamiku termasuk staff pengajar disana maka kemudahan menyertai dalam perijinan penelitian, pun termasuk ketika aku dibimbing oleh guru ahli sebagai kolaborator menyusun penelitianku tentang kemampuan menulis narasi melalui metode peta pikiran. Lagi-lagi hamdalah... dan ketika kukonsultasikan pada dosen pembimbingku, tak banyak yang harus diperbaiki, sungguh semua dipermudah.
Hanya saja... aku sungguh tak tega ketika harus terus membawa Rayyan ikut bimbingan, perjalanan kami dengan mengendarai motor, berangkat pagi pulang maghrib... sungguh tak patut dialami oleh Rayyan yang saat itu masih berusia 6 bulanan lebih. Sesekali sampai rumah, ia mengalami kolik, muntah-muntah dan tubuhnya dingin, tidur pun tidak nyenyak. Beberapa kali ia pun harus mengalami kehujanan, atau kepanasan dijalanan, polusi yang terhirup. Sungguh mau tidak mau ia harus mengalami demi menemani ibunya menuntaskan studi. Tak mudah memang, melalui semua ini. Berat badan Rayyan yang terus bertambah saat itu membuat tubuhku pegal-pegal saat harus menggendongnya terus termasuk ketika bimbingan, karena ia tak bisa jauh dariku, dititipkan pada abinya pun menangis. Namun seiring berjalannya waktu... menempuh perjalanan Bekasi-Jakarta Selatan seolah menjadi keseharian kami... Rayyan pun terbiasa lelap tertidur dalam dekapanku ketika berkendara.
Satu lagi... Hebatnya suamiku juga harus diceritakan disini. Dengan setia ia mengantar aku dan Rayyan setiap kali bimbingan ke kampus. Ia menyempatkan waktu untuk mengantarku setelah sebelumnya meminta ijin pada pihak sekolah atau kampus tempat ia mengajar. Dan lagi-lagi hamdalah... pihak sekolah atau kampus pun memaklumi dan memberikan ijin. Pagi, siang, sore, malam... kebersamaan kami bertiga. Di jalanan, di kampus dan di rumah, menjadi tempat kebersamaaan kami memadu kasih, membuktikan bahwa kesetiaan cinta hadir dengan memotivasi, menyemangati dan menemani serta mengiringi setiap langkah pergi. Alhamdulillaah...
Hingga saat itu tiba. Bab demi bab selesai. Dan ujian skripsi pun dimulai... Meski harus tetap membawa Rayyan berangkat pagi-pagi dari rumah, tapi Rayyan dengan khas senyumnya memberikan suntikan semangat untukku, untuk optimis bahwa perjuangan ini hampir di titik finish. Setelah sidang skripsi berhasil kulewati ternyata ujian belum selesai menghampiri, Allah mengujiku dengan harus sidang skripsi ulang dan dinyatakan tidak lulus pada sidang skripsi pertama. Sedih berkecamuk, karena ada kesalahan sedikit di skripsiku aku harus sidang ulang. Suamiku memotivasi agar jangan menyerah, semua pasti bisa dilalui, katanya.
Sidang skripsi ulang pun berhasil dilalui.. Dan lagi-lagi hamdalah, meski harus sidang skripsi ulang, tidak sia-sia karena aku mendapat nilai A.Peluk cium buat suami dan Rayyan yang sungguh sangat mendorongku untuk terus bersemangat menyelesaikan proses demi proses meraih gelar sarjana. Sampai pada akhirnya pemberkasan wisuda, dan aku harus tetap membawa Rayyan diusianya yang sudah setahun. Pihak kampus pun masih memaklumi dan memudahkan untuk mengurus segala pernak-pernik birokrasinya. Pun ketika aku tidak bisa hadir dalam inagurasi maupun gladi resik, pihak kampus tetap memberikan penjelasan tata cara menjelang acara wisuda di Kemayoran. Dan, hamdalah.... Berakhir segala prosesnya, segala perjuangan yang berbalut peluh serta air mata. Terbayarkan semua dihari yang berbahagia. Pada hari kamis, 10 Oktober 2013, gelar S.Pd sudah kuraih dan tak henti-hentinya hamdalah terluncur dari lisanku. Betapa hal yang sulit menurutku, ternyata begitu mudah bagi Allah berkehendak.
Terima kasih.. Alhamdulillah. Pada suami, Ayatullah, M.Pd serta anakku tercinta, Rayyan Syafiq Ayatullah yang begitu setia menemani serta mengiringi perjuangan ini menemui titik finish. Semoga gelar ini menjadikan diriku sebagai pribadi yang lebih bermanfaat lagi bagi khalayak. Aamiin :)
Posting Komentar