Siapapun bisa menjadi pembicara.. Ya, benar. Bahkan termasuk kamu yang sedang membaca tulisan ini. Mengapa aku mengatakan demikian, karena apa susahnya sih jadi pembicara... wong tinggal bicara aja?!
Hoho.. Ini bicara bukan sembarang bicara. Banyak orang yang dikategorikan senang bicara, seperti apa yang disampaikan oleh presenter, pembawa acara bahkan pelawak pun hobinya bicara khan? Tapi... menjadi pembicara disini artinya kita mampu mengeluarkan sebuah kata atau kalimat yang bermakna dari lisan kita sehingga apa yang didengar dari apa yang kita lisankan memberi sebuah manfaat bagi orang lain.
Semuanya hanya butuh keberanian dan mau terus belajar. Ya, kuncinya 2 hal itu. Mengapa keberanian? Karena menjadi seorang pembicara harus berani menyampaikan kebenaran sekalipun itu pahit, menyampaikan yang baik sekalipun tak disukai oleh orang banyak. Berani yang lainnya juga harus dipraktikkan ketika menyampaikan materi di depan umum. Tentu bagi yang belum terbiasa akan sangat grogi dan tidak percaya diri sehingga gugup, keluar keringat dingin, banyak menunduk dan sikap-sikap pesimis lainnya. Hey... ayo kita belajar menjadi pembicara, yang gaya bicaranya menarik, muatan isinya bermakna dan disampaikan dengan performa terbaik. Tentu akan memukau bagi siapapun yang melihat atau mendengarnya.
Anggap saja jika kita sedang berada di depan khalayak, mereka semua di hadapan kita adalah patung. Jangan pandang hanya ke satu sisi saja tapi pandanglah menyeluruh ke isi ruangan. Sehingga kita tidak kaget melihat ekspresi setiap orang saat menerima materi dari kita. Bayangkan kalau kita menatap ke satu orang peserta yang sedang terkantuk-kantuk mendengarkan materi dari kita. Tentu yang tadinya kita sedang semangat dalam menyampaikan materi tiba-tiba ikut terganggu dengan sikap seseorang itu sehingga performa kita tidak maksimal.
Aku selalu mengatakan pada suamiku; "Bi, kalau sedang mengisi training diawali dengan basmalah dan doa agar lisan diperlancar, terus bicaranya jangan di depan aja tapi juga sambil berjalan ke seisi ruang, hampiri ke bagian peserta dan jangan lupa lakukan interaksi yang komunikatif sehingga akan menarik perhatian peserta training." Ya, begitulah pesan yang selalu kusampaikan pada suamiku untuk berani dan menancapkan keyakinan dalam diri bahwa ketika kita menjadi pembicara maka saat itu kita yang sedang berkuasa sehingga tak perlu khawatir jika ada yang ngantuk, tidur, main hp atau bahkan mengobrol karena pada saat itu kita bisa gunakan kekuasaan kita untuk menegur mereka.
Nah, selain keberanian... modal lainnya adalah mau terus belajar. Karena jika kita didaulat sebagai seorang pembicara tentu apa yang kita sampaikan harus kita pahami juga isinya. Jangan sampai kita buat materi dengan searching dari google tapi tak kita pelajari kembali sehingga pada saat hari-H, kita kebingungan sendiri dengan apa yang kita sampaikan. Malu-maluin khan? Terlebih jika kita mengeluarkan ekspresi bingung dengan wajah pucat pasi, berkeringat dingin dan banyak menunduk. Haduh.. udah deh besok-besok gak bakal diundang lagi jadi pembicara. Hehe...
Sebagai pembicara, setiap acara tentu bertemakan yang beda-beda. Oleh karena itu pentingnya kita mempersiapkan apa yang akan kita sampaikan. Kita pelajari TOR yang diberikan panitia acara dan segera deh saat dapat TOR jangan ditunda-tunda lagi cari referensi sebanyak-banyaknya agar materi kita muatannya berkualitas. Keren gak tuh :)
Well... gak cuma laki-laki aja yang bisa menjadi pembicara layaknya Mario Teguh, Andrie Wongso, Ippho Santosa dan para trainer lainnya. Tapi kita yang sebagai seorang wanita juga bisa lho menjadi pembicara forum kemuslimahan atau menjadi pembicara dunia parenting dan anak. Jadi istri maupun ibu jangan yang biasa-biasa aja... Tapi jadilah yang luar biasa juga. Semangattt yaaa :)
Nice share Deasy. Jam terbang menentukan tapi ya :D
http://syahidsundana.blogspot.com/2012/11/tentang-sebuah-ikatan.html
iya Syahid... jam terbang memang menentukan. Lain dah yang jam terbangnya tinggi :p