"Tidak ada yang sempurna di dunia.. Jika begitu adanya, mengapa masih mengharap berlebih dari apa yang sudah diberi oleh-Nya? Sekalipun masalah yang menyapa, ia bukan masalah yang tak ada jalan keluarnya. Karena pada-Nya saja, kita mengharap dan meminta.."

Postingan Populer

Pengikut

Hari kamis (26/02) yang lalu, saya menemani suami (Ayatullah ZN, M.Pd) mengisi Kajian Rutin Kamis Sore yang diadakan oleh Forum Mahasiswa Muslim Pascasarjana UNJ bertempat di Masjid Nurul Irfan UNJ untuk berbagi ilmu mengenai tema kewirausahaan.

Saya menyimak materi yang disampaikan suami. Maka, saya coba paparkan melalui tulisan ini untuk berbagi dengan para pembaca yang budiman. Sebelum memulai materi, suami memberitahukan sasaran pencapaian dalam kajian tersebut. Ada 3 goal yang diharapkan: Pertama, menumbuhkan jiwa wirausaha. Kedua, wirausaha dalam Islam dan ketiga, saatnya memulai usaha.

Pertama, aspek dalam menumbuhkan jiwa wirausaha adalah pemikiran (fikriyah), keyakinan (qalbiyah) dan latihan (tadribah). Yang kesemuanya itu harus dipraktekkan dengan keberanian untuk memulainya. Berkaca pada Robert T. Kiyosaki, yang memiliki dua orang ayah yaitu ayah kaya dan ayah miskin. Dari situlah ia menjelaskan teori mengenai perbedaan prinsip bekerja ayah kaya dan ayah miskin. Salah satunya adalah ayah miskin bekerja untuk orang lain dan melek pendidikan formal sedangkan ayah kaya bekerja untuk diri sendiri dan melek secara finansial.

Hidup tidak jauh dari aset dan liabilitas (utang). Apa itu ASET? Ialah sesuatu yang bisa menambah uang ke dalam ‘kantong’ kita. Sedangkan LIABILITAS ialah sesuatu yang membuat kita mengeluarkan uang dari ‘kantong’.

Suami saya mengambil contoh Handphone. Barang ini akan menjadi sebuah liabilitas kalau tidak digunakan untuk mendapatkan penghasilan. Karena setiap bulan tentu harus mengeluarkan uang untuk membeli pulsa. Lain halnya bila menggunakan HP untuk berbisnis pulsa. Dengan mengeluarkan uang untuk beli pulsa, malah bisa mendapat pulsa gratis + untung yang lebih.
Jadi, orang-orang yang sukses dan menjadi kaya (karena sukses pasti kaya, sedangkan kaya belum tentu sukses) cenderung memiliki kesamaan untuk berinvestasi di aset. Tahanlah diri lebih dulu untuk keinginan konsumtif berbelanja ini itu kalau semuanya adalah liabilitas. Karena nantinya pun hanya akan menguras uang kita lebih banyak lagi.

Maka, sukses adalah memperbesar kolom aset dan memperkecil kolom liabilitas. Kembangkan aset kita hingga akhirnya bisa membayar semua kebutuhan liabilitas. Karena di titik tersebut, tentulah kita sudah passive income.

Kedua, wirausaha dalam Islam. Dalam kitab Fathul Baari Nabi SAW bersabda: “Allah SWT memiliki 20 pintu rezeki untuk hamba-Nya, 1 pintu rezeki untuk mereka yang bekerja untuk orang lain (employee) dan 19 pintu rezeki untuk mereka yang bekerja dengan tangan mereka sendiri (entrepreneur).”(Al Hadits)

Rasulullah SAW sebagai teladan umat adalah seorang Pedagang/Pengusaha yang handal (skillfull) dan terpercaya (kredibel). Dari 10 Sahabat Rasul yang dijamin oleh Allah SWT masuk ke dalam surga, 9 di antaranya adalah para Entrepreneur sejati.

Jika berkaca pada entrepreneurship ala Rasulullah, kita bisa menemukan Jiwa entrepreneurship sejak usia 12 tahun tatkala pamannya Abu Thalib mengajak melakukan perjalanan bisnis ke Syam. Lalu pada usia 17 tahun telah diserahi wewenang penuh untuk mengurusi seluruh bisnis pamannya. Pada usia 20 hingga 25 tahun merupakan titik keemasan, terbukti dengan tertariknya seorang Investor/Konglomerat Makkah Khadijah Binti Khuwalaid yang kemudian meminangnya untuk menjadi suami. Dan beliau mulai mengurangi kegiatan bisnisnya ketika mencapai usia 37 tahun.

Lalu, apa yang menjadi kunci kesuksesan berbisnis ala Rasulullah? Yaitu dedikasi, keuletan yang tinggi dan kecerdasan beliau dalam mengelola bisnis. Kemudian Rasul membawa nilai-nilai yang utama yaitu kejujuran (shiddiq) dan kesetiaan memenuhi term dan condition (amanah).

Ketiga, saatnya memulai usaha (start to be YOU not YOURS). Milikilah langkah menuju sukses yakni ide yang terus dikembangkan, kemauan dan kemampuan yang mengiringi, semangat dan kerja keras dalam berusaha serta loyalitas dan bertanggung jawab terhadap usaha yang digeluti. Dengan begitu kita akan mampu menjadi wirausaha muslim sejati.

Ikutilah langkah-langkah menjadi entrepreneur seperti Roger Cartwright yang mampu mencari produk, layanan, gagasan yang BERBEDA. Kemudian tentukan langkah-langkah mendapatkan SUMBER DAYA yang diperlukan. Jangan lupa untuk mengenali lingkungan eksternalnya dan mengenali diri serta tujuan. Kuasailah kecakapan-kecakapan yang menunjang usaha dan pertimbangkan setiap resiko, namun jangan sampai takut gagal. Tentukan sasaran yang ingin dicapai dan komunikasikan visi terhadap orang-orang di sekitar. Kemudian cari dukungan dan bangun jaringan kerja dengan orang banyak.

Poin penting yang harus diingat adalah luruskan niat bertaqarrub pada Allah SWT, ikuti sunnah Nabi dan Rasul dalam berwirausaha, belajar dari entrepreneur muslim yang sudah sukses dan tentu lakukan praktek di lapangan. Karena teori tanpa praktek adalah NOL besar.

Let’s start to be you. Mengawali usaha harus dilakukan dari “Nol” atau dari bawah. Jangan abaikan “Reputasi” dan kredibilitas pribadi seorang Entrepreneur Karen itu merupakan “modal” utama meraih sukses. Sedangkan modal uang hanyalah “pelengkap” bukan yang utama dalam memulai usaha/bisnis. Kita bisa memulai dari dari apa yang dimiliki dan mulailah dari sekarang. Pilihannya, tetap bekerja atau tetap berpenghasilan? Tentu kita harus berpenghasilan tetap dan tetap berpenghasilan. Itulah entrepreneur sejati.