Dulu ketika kau masih berstatus single, kau pernah ucapkan bahwa menginginkan tipe suami yang mapan dan shalih. Dua kriteria itu menurutmu sudah cukup mewakili keinginanmu saat mencari pendamping. Bagimu kemapanan adalah hal penting di mana harapan berkeluarga nanti akan berkecukupan bahkan kalau bisa berlebih. Kemudian kriteria shalih adalah karena ingin menyeimbangkan dengan statusmu saat itu yaitu menjadi seorang aktivis Islam. Kau ingin suamimu nanti orang yang berpengetahuan agama lebih dan bisa menjadi imam bagimu dan keluargamu nantinya.
Saat itu kau tak memikirkan, apakah kau menginginkan suami yang bertipe terbuka, romantis, pandai berkomunikasi, suka menjaga kebersihan dan hal-hal yang nyatanya sering kelewat diinginkan. Mungkin kau terlalu luas menerjemahkan keinginanmu yang hanya mengharap punya calon suami mapan dan shalih, sementara kau tak memperdulikan apakah lelaki mapan dan shalih itu pintar berkomunikasi, tipikal romantis, memiliki sikap keterbukaan, humoris dan lain sebagainya.
Sampai pada tiba waktunya, saat kau terjebak pada sebuah kenyataan... yang sebenarnya adalah pengabulan dari doa-doamu yang terdahulu. Pada akhirnya kau telah bersanding dengan seorang lelaki yang tidak terlalu tampan, pekerjaannya tetap, berpenghasilan cukup bahkan kadang berlebih, rajin shalat berjamaah, pandai mengaji, berbakti pada kedua orangtuanya dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Pada mulanya kau syukuri itu semua, sampai suatu ketika kau menangis terisak di dalam kamarmu sambil berkata "Sungguh, bukan ini yang aku inginkan! aku memang menginginkan suami yang mapan dan shalih tapi aku tak menginginkan suami yang dingin, yang tidak pernah memujiku bahkan mencumbu rayu aku. Perhatiannya tidak ada, cuek, tidak terlalu peduli dengan urusanku, tidak pernah mengirimkan sms padaku tuk menanyakan kabar ketika bekerja dan bla.. bla.. bla.." kau tumpahkan semua keluh kesahmu saat itu. Seketika kau puas dan tertidur lelap dengan mata yang masih sembab.
Berbulan-bulan hingga bertahun-tahun kau hidup tanpa cinta yang mendalam.. Bahkan mungkin cinta itu padam dan pudar ditelan usia. Kau terus mengeluhkan suamimu yang sibuk mengurus urusan luar rumah seperti rapat organisasi, bakti sosial dan acara-acara kemanusiaan lainnya. Dalam hatimu sebenarnya mendukung, tapi tetap kesal dibuatnya karena hampir seluruh waktu habis dan tersisa hanya tinggal lelahnya untukmu. Kau mencoba terus menghidupkan benih cinta yang sudah tak bersemi lagi. Kau terus berusaha mencari kelebihan suami yang patut membuatmu mencintainya namun tak lagi kau temukan. Kau habis daya.. berulang kali mencari dalam diri suamimu namun tak ketemu juga. Di matamu, suamimu bukanlah yang kau harapkan. Lunturlah kriteria calon suami terdahulu seperti mapan dan shalih. Karena bagimu mapan dan shalih tapi tidak romantis dan perhatian, mau jadi apa?
Lalu kau menangis lagi sesenggukan di sudut kamar, saat suamimu justru sibuk dengan urusan akhiratnya (dibaca: pengajian) kau malah habiskan waktu untuk menyesali pernikahan yang sudah dibangun lebih dari dua tahun. "Apa yang salah dari pernikahan ini?" tanyamu sambil terisak. Sementara kau tidak bisa menjawabnya bahkan suamimu pun tak bisa menjawabnya. Hening.
Pagi kembali menyapa, sudah beberapa kali dalam sepekan ini air matamu habis tiap malam. Suamimu yang mengetahui kondisimu seperti ini hanya berujar "Kamu kenapa, begadang ya.. kok matamu bengkak gitu" sambil ngeloyor pergi. Kau semakin kecewa dengan sikap suamimu bahkan sampai berpikir dalam hati "Ya Allah, rajin shalat, rajin ngaji tapi kelakuan sama istrinya ga ada perdulinya sama sekali. Sakittt ya Allah"
Lalu... Apa yang kau cari dari suamimu? Suami yang dulu kau harapkan adalah yang mapan dan shalih kini sudah ada di hadapanmu, menjadi teman hidupmu. Dia yang mungkin tak romantis, dia yang mungkin tak pandai memuji dan tidak terlalu perhatian padahal adalah orang yang paling sering mendoakanmu dalam sujudnya. Dia adalah orang yang berusaha mencukupi kebutuhanmu dengan kerja kerasnya. Dia yang selalu menyempatkan waktu tuk mengantarmu ke rumah orangtua demi memberikan kesempatan untuk kau berbakti pada orangtuamu. Dia yang selalu membangunkan dan mengingatkanmu untuk shalat tepat waktu. Lalu, ke manakah itu semua? Ke manakah penglihatanmu selama ini? Kau mencari-cari apa yang tak bisa dipenuhi suami, bukan tak bisa sebenarnya tapi tak disadari oleh suamimu. Bila kau inginkan keromantisan, perhatian, dan kasih sayang berlebih darinya maka sampaikan padanya, mintalah pada ia. Barangkali kekurangan suami yang tidak bisa kau pahami adalah bukan karena ketidakcintaannya padamu namun karena ketidaktahuan atau ketidaksadarannya untuk berbuat seperti apa terhadapmu.
Apa yang dicari belum tentu ditemui. Tapi yang sudah ada masih bisa diperbaharui.
Bukan mencari cinta yang lain.. tapi perbaharuilah cinta itu dengan mengubah sikap kita ke suami, sikap suami ke kita. Bukan untuk orang lain, melainkan semata-mata untuk menjaga cinta dalam rumah tangga terus bersemi.
Maka, apa lagi yang kau cari dari suamimu?
Posting Komentar