Pertemuan demi pertemuan telah dilakukan. Ibarat sedang menyiapkan peperangan, sama halnya dengan Aya yang sedang menyiapkan amunisi serta peralatan perang dengan penuh kematangan.
Saat Aya sedang memikirkan keyakinannya tersebut, tiba-tiba sang lelaki menyapanya lewat sebuah pesan singkat di hape. "Bisa ngobrolin sebentar mengenai persiapan kita? Aku tunggu chat di YM malam ini ya jam 8. Terima kasih"
Aya membaca lekat-lekat kembali isi sms tersebut... Kemudian ia berusaha untuk tetap stay cool menanggapi isi sms calon suaminya kelak. Kemudian terbersit dalam dirinya untuk segera menyampaikan kerisauannya dalam bentuk tulisan yang akan dikirim melalui email malam ini juga.
Sambil mencoret-coret isi dari tulisannya, perlahan ketemu juga rentetan kata yang indah, seperti ini bunyinya;
jika ini dinamakan cinta.....
ia tidak mendengar...
namun senantiasa bergetar....
jika ini dinamakan cinta.....
ia tidak buta..
melainkan melihat dan merasa..
jika ini dinamakan cinta.....
ia tidak akan menyiksa..
namun setia dengan ujian yang ada..
jika ini dinamakan cinta.....
ia tidak memaksa..
namun senantiasa berusaha..
jika ini dinamakan cinta.....
ia mungkin tidak cantik..
namun senantiasa dapat menarik..
jika ini dinamakan cinta.....
ia tidak datang dengan kata-kata..
namun dengan sikap yang nyata..
jika ini dinamakan cinta.....
ia tidak terucap dengan kata..
namun hadir dengan sinar mata..
jika ini dinamakan cinta.....
ia tidak hanya berjanji..
namun senantiasa mencoba menepati..
jika ini dinamakan cinta.....
ia mungkin tidak suci..
namun senantiasa tulus dari hati ..
jika ini dinamakan cinta.....
ia tidak hadir karena permintaan..
namun hadir karena ketentuan...
jika ini dinamakan cinta.....
ia tidak hadir dengan kekayaan dan kebendaan...
namun hadir karena pengorbanan dan kesetiaan...
jika ini dinamakan cinta…..
berharap semua dalam kemudahan…
Dalam mencapai segala impian
Bismillahirrahmaanirrahiim…
Duhai engkau yang kucintai karena Alloh…..
Sebelumnya izinkan aku menyampaikan apa yang ingin diutarakan dari dalamnya hati ini. Hampir sebulan proses keseriusan kita menuju ‘penantian’ tersebut. Seolah sudah tak ada keraguan kembali dalam menjalani segala sesuatunya. Dalam sebuah cinta, ada ukuran integritas dan ukuran itu adalah ketika ia bersemi dalam hati… terkembang dalam kata… terurai dalam laku…
Seandainya cinta yang sedang dirajut tersebut hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Kalau ternyata cukup berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan dan tidak nyata… Tapi kalau cinta sudah terurai menjadi laku, cinta itu sempurna ibarat pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam laku. Persis sekali seperti iman khan? Ia terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal perbuatan.
Duhai calon pedampingku...
Bila semakin dalam kita merenungi makna cinta, maka akan ditemukan bahwa cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, sejatinya integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena yang dinamakan cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus nampak setiap saat sepanjang kebersamaan.
Masih ada waktu demi meraih impian ‘kita’ bersama… Jikalau memang ini masih menjadi impian kita, maka aku berharap semoga segala keraguan dan ketidakpercayaan yang masih terbersit dalam diri kita telah dibumihanguskan. Karena rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta secara terus menerus. Yang dilakukan para pecinta sejati disini adalah memberi tanpa henti. Sebuah hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi di dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang dilahirkan oleh perasaan cinta itu sendiri.
Harus begitulah cinta, seperti kata Imam Syafi’I ya, kalau sudah pasti ada cinta disisimu, Semua kan jadi enteng rasanya...
Lagi-lagi ini bicara soal pernikahan… Menikah adalah sebuah elemen kodrati sebagaimana rezeki dan juga ajal kita. Semuanya sudah diatur oleh Alloh kan ya? Tak akan salah dan terlambat sampai kepada setiap orang ketentuan tersebut. Tak akan bisa dimajukan ataupun ditahan. Selalu tepat sesuai dengan apa yang telah tersurat pada awal penciptaan anak Adam.
Menikah adalah salah satu cara membuka pintu rezeki, itu yang pernah aku baca di sebuah buku. Ada pula sabda Rasululloh kalau tidak salah berbunyi, “Menikahlah maka kau akan menjadi kaya.” Mungkin secara logika itu semua akan sangat sulit dibuktikan. Seperti adanya pertanyaan “Bagaimana mungkin saya akan menjadi kaya sedangkan saya harus menanggung biaya hidup istri dan anak? Dalam beberapa hal yang berkaitan dengan interaksi sosial juga tidak bisa lagi saya sikapi dengan simpel. Contoh saja, kalau ada tetangga atau teman yang hajatan, menikah dan sebagainya, saya tentu saja tidak bisa lagi menutup mata dan menyikapinya dengan konsep-konsep idealis. Saya harus kompromi dengan tradisi; hadir, nyumbang... yang ini berarti menambah besar pos pengeluaran. Semua itu tak perlu menjadi beban saya pada saat saya belum berkeluarga.”
Ya, begitulah memang… Kita akan mengarungi itu semua, betul kan??? Maka dari itu… Hmm, seorang suami hanyalah perantara rezeki bagi istri dan anaknya. Itu berarti, kamu tidak akan pernah menjamin kebahagiaanku maupun anak kita kelak. Melainkan Alloh lah yang menjadi penjamin hidupku, hidupmu dan hidup kita kelak.
Seandainya bukan karena agamamu, aku benar-benar tidak akan memilihmu untuk menjadi pendampingku kelak. Kukatakan sejujurnya, bahwa aku mencintaimu disebabkan karena pemahaman agamamu yang lebih baik sehingga berharap anak-anakku kelak lahir dari seorang bapak yang sholeh dan bisa mensholehahkan sang ibu.
Ketika keyakinan kita telah tertancap kuat… Yang harus kita perhatikan adalah penumbuhan. Inilah rahasia besar yang menjelaskan bagaimana cinta bekerja mengubah kehidupan kita dan membuatnya menjadi lebih baik, dan jauh lebih bermakna.
Kembali pada komitmen, maka penumbuhan berarti melakukan tindakan-tindakan nyata untuk membantu orang yang dicintai bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Kita gak boleh berhenti di ujung perhatian sembari mengatakan kepada, "Aku mencintaimu sebagaimana kamu adanya." Atau: "Aku menerima dirimu apa adanya." Sebab memahami dan mengerti tidaklah cukup begitu saja. Harus ada akhir yang ingin dicapai dan sesuai dengan visi misi bersama. Namun bukan berarti juga kita saling mengintervensi kehidupan pribadi dan mengatur kehidupannya atas nama cinta. Yang dibutuhkan hanyalah saling memberi inspirasi dan motivasi untuk meraih kehidupan paling bermutu yang mungkin bisa kita raih berdasarkan keseluruhan potensi yang dimiliki.
Disini… Kata Anis Matta, cinta adalah sebuah pekerjaan. Pekerjaan jiwa, pikiran dan fisik sekaligus. Itu yang membuatnya nyata. Dan efektif.
Namun…
Di luar perkataanku melalui tulisan di atas, sebuah pikiran yang pada akhirnya menghinggapiku… Mungkin ada gumpalan-gumpalan yang menjadi kerisauan semata diantara kita sehingga membuat kuncup yang hampir mekar menjadi bunga harus berusaha bertahan dengan terpaan angin kencang. Kuatkan… kuatkan… hanya itu yang bisa kucoba yakinkan. Karena menurutku itulah nilai ujian yang kan berakhir dengan keindahan.
Selalu ada titik temu dari setiap persoalan… Pun, aku yakin akan ada jalan keluar dari semua yang telah kita rencanakan.
Hmm… Tapi lagi-lagi perlu ada kejelasan. Maafkan jika waktunya belum dimatangkan sehingga mengakibatkan kesegeraan. Kukembalikan padamu… Karena pada intinya adalah semua keputusan ada di pihak laki-laki. Kalau kamu memang berniat menikahiku pada rentang waktu yang telah disepakati kita, maka aku pun siap… Tapi, kalau memang dirasa kamu gak mampu melakukannya, aku pun siap dengan konsekuensi yang ada. Sebab hidup ini adalah pilihan, apapun pilihan kita dengan berbagai pertimbangan insya Alloh siap menghadapinya.
Jadi…..
Sebenarnya tulisan ini mewakili sedikit hal yang membuatku kepikiran. Tapi, aku mencoba tenang dan cukup mengembalikannya kembali pada Alloh dan tentu mengembalikan keputusan kepadamu, apakah lanjut atau tidak dalam waktu dekat tersebut.
Semoga bisa disikapi bersama dengan kedewasaan yang kita miliki.
Posting Komentar