Jika ada yang bertanya padaku. "Apakah impianmu?" maka apa yang akan aku katakan? mungkin berbagai macam jawaban telah terpikirkan di benakku ini. Tapi kadangkala aku pun tidak yakin dengan apa yang aku impikan. Padahal sesungguhnya Imam Syahid Hasan Al-Banna pernah berkata bahwa kenyataan pada hari ini adalah impian hari kemarin. Maka jelaslah bahwa apa yang terjadi pada aku hari ini disebabkan karena keinginan atau impianku di hari kemarin.
Namun pertanyaaanya sekarang adalah kenyataan yang seperti apakah pada hari ini? Apakah kenyataan yang baik atau malah yang buruk kah? Tentu itu semua kembali ke diri masing-masing kan? Rancangan yang seperti apakah yang telah aku buat di hari kemarin? Jangan sampai kenyataan pada hari ini tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan.
Hanya aku yang mampu menentukan hidupku, apakah akan dibawa ke jalan yang baik atau malah terjerumus dalam hal-hal yang dibenci oleh-Nya.
Sekali lagi... Sungguh aku menyadari bahwa apa yang terjadi di hari ini adalah karena aku sendiri. Tak mungkin ada asap bila tidak ada api. Tak mungkin akan terwujud impian bila aku tidak pernah mengimpikan atau mencita-citakannya.
Teringat pada kata-kata Henry Ford, "Semua rahasia hidup yang berhasil adalah menemukan apa yang ditentukan nasib padaku kemudian melakukannya."
Aku baru tersadar bahwa ternyata aku harus bisa menentukan masa depanku nanti.. Maka aku mulai dari sekarang untuk membuat rancangan impian atau cita-cita yang ingin aku wujudkan. Dan aku mulai bermimpi sekarang, dan berharap ketika nanti aku bangun, segenap usahaku akan tercurah demi terwujudnya impian tersebut. Insya Allah.
"Be careful of your wish for, because it may happen (Anonymous)"
Hati-hati dengan impianmu, sebab ia akan menjadi kenyataan, demikian nasihat dari seorang bijak.
Suatu hal yang tidak perlu ditanyakan lagi, aku sudah memiliki rencana atau rancangan yang akan dicapai. Dan merancang itu memang tak mudah, bahkan kita harus siap dengan halangan dari lingkungan sekitar. Orang-orang yang dekat denganku kadang mengatakan bahwa aku tidak akan bisa, dan yang paling umum hambatan terbesar adalah dari diriku sendiri. Fiuhh…
Menjadi orang yang berhasil itu pasti sulit, tetapi menjadi orang yang gagal itu jauh lebih sulit lagi! Dan aku hanya ingin mengatakan bahwa "Failure is not an option" (kegagalan bukanlah suatu pilihan). Menetapkan tujuan hidup adalah salah satu jalan awal bagiku dalam mencapai impianku. Bukan begitu?
Aku mengibaratkan bahwa hidup adalah kereta. Hidup harus memerlukan tujuan sebelum aku memutuskan untuk naik kereta yang mana dan jenis apa. Aku sedang menuliskan tujuan dan menggambarkannya, aku ingin mempunyai kehidupan yang layak tetapi kehidupan layak yang bagaimana ya? Tentu yang bisa memberi manfaat bagi sekitar. Impian, harapan dan tujuan itu semua tidak sama dengan keinginan. Kalau keinginan hanya ada di kepala, semua orang ingin jadi sukses tetapi sedikit orang yang benar-benar mau menetapkan tujuan bahwa dia pasti sukses. Keinginan tidak bisa menggugahku untuk bisa bersemangat mencapainya tetapi tujuan dan impian akan membuatku bangkit dan berjuang untuk mencapai tujuan, tidak peduli apapun yang menghalangiku.
Kau tahu, aku memiliki impian yang besar sekali. Sejak SMA, aku memutuskan untuk bisa menjadi orang yang cerdas. Aku mengikuti banyak lomba, dari mulai lomba kaligrafi, MTQ, cerdas cermat, olimpiade matematika, sampai yang paling aku syukuri adalah ketika aku diberi kesempatan mewakili sekolahku bersama dengan teman-teman lain untuk tampil dalam cerdas cermat sosialisasi UUD 1945. Dan saat itu aku dipersilakan untuk menjadi jubir (juru bicara) untuk menjawab soal-soal yang diberikan. Bayangkan, sekolah kami yang swasta kelas menengah bisa mengalahkan sekolah swasta lain yang bisa diukur sebagai kelas unggulan. Dan itu pengalaman yang paling berkesan bagiku. Usai lomba itulah… Aku benar-benar terpacu untuk menjadi orang yang lebih cerdas lagi.
Lulus SMA, memang aku tidak diterima di jurusan pilihanku di kampus UI. But, aku tidak menyerah setelah diterima di jurusan Pendidikan Guru SD di Universitas Negeri Jakarta, aku semakin lebih giat belajar. Ternyata memang menjadi guru lah yang paling tepat untukku. Semua itu kurasakan keberkahannya… tatkala aku bisa mulai mengajar dan mencari sedikit demi sedikit rupiah untuk memenuhi keperluanku sendiri.
Impian… Ya. Impian itu sedang ku rajut kembali. Aku ingin menjadi penulis besar sekelas Asma Nadia, Izzatul Jannah, Afifah Afra, Sinta Yudisia dan sebagainya. Aku tidak pernah tahu apakah impianku tersebut akan tercapai atau tidak. Tapi sebagai manusia aku hanya bisa berdoa dan berikhtiar. Mengenai hasilnya ya pasrahkan saja pada Allah semata kan?
Setelah aku mengetahui bahwa bakatku adalah dalam bidang pendidikan dan kepenulisan, aku memutuskan untuk mengabdikan diriku pada kedua bidang tersebut. Kini, sedang ku coba raih impian tersebut. Perlahan demi perlahan, aku yakin impianku bisa terwujud. Dan aku pun mencoba untuk merawat impian-impian hidupku dan akan aku tularkan juga pada anak-anakku kelak. Akan aku beri pupuk dan sirami dengan pikiran-pikiran dan kebiasaan positif. Wujudkan dengan bekal kompetensi, ketekunan dan silaturahmi, sebab kesuksesan adalah pertemuan antara kompetensi dan kesempatan. Kesempatan banyak mendatangi orang yang senang bersilaturahmi. Tentu, semuanya harus disertai doa kepada Allah Swt.
If there is a will; there is a way, ya khan?
Punya impian merupakan langkah kecil yang bisa berdampak besar pada perjalanan hidupku. Meski, kadang-kadang impianku itu bisa berubah-ubah setiap saat. Biarkan saja. Namun, memiliki impian adalah langkah kecil pertama untuk hidup yang lebih besar, Insya Allah.
Hidup itu kan merupakan rangkaian sirkum perputaran yang selalu berputar mengelilingi diri. Terkadang seseorang bisa saja menjadi terbawah ketika roda bumi berputar ke bawah. Dan sebagian yang lain bisa saja sedang menanjak terus naik tanpa terlihat puncak. Sebagian lainnya mungkin saja tetap berada di tengah dan tidak bergerak sendiri. Di situasi apapun aku berada, aku harus tetap menghargai hidup ini.
Kuncinya bahwa aku harus bisa menikmati segalanya. Bagiku, menghargai hidup itu ukurannya adalah bercermin. Mungkin aku akan sibuk merapikan penampilanku manakala ada sedikit penampilanku yang tidak pas. Di depan cermin aku selalu ingin tampak baik dan mempesona, bila ada cela sedikit pastilah aku akan segera memperbaikinya. Selama aku memiliki kesadaran yang tinggi untuk terus memperbaiki diri sendiri, maka selama itulah aku bisa menghargai diri aku sendiri. Dan menghargai apa yang telah Allah takdirkan untukku.
Untuk bisa menjadi seorang pendidik dan penulis yang bersamaan, aku harus bisa menyeimbangkan semuanya. Agar salah satunya tak ada yang terkalahkan. Sebisa mungkin akan ku jalani semua dengan penuh kesungguhan. Orang sukses tak lepas dari perjuangan dan pengorbanan. Bukankah begitu?
Posting Komentar