"Tidak ada yang sempurna di dunia.. Jika begitu adanya, mengapa masih mengharap berlebih dari apa yang sudah diberi oleh-Nya? Sekalipun masalah yang menyapa, ia bukan masalah yang tak ada jalan keluarnya. Karena pada-Nya saja, kita mengharap dan meminta.."

Postingan Populer

Pengikut

Pagi ini, aku dihadapkan pada sebuah realita kehidupan masa kini... Sebuah masa yang entah disadari atau tidak, sering banget kita sepelekan. Berbagai macam peristiwa sejatinya bisa menjadi sebuah pelajaran yang berharga loh untuk kita.

Aku ingin menuangkan segala pertanyaan yang memenuhi hati serta pikiranku ini. Tak peduli, suka atau tidak... Hanya ingin melepaskan sebuah penat yang telah bersemayam dalam jiwa.

Sudah beberapa keluarga yang menjadi sorotanku. Terlebih keluarga yang bisa dikatakan terdiri dari pasangan ikhwan-akhwat. Belajar dari mereka... Begitu banyak hikmah yang didapat. Bahkan sekalipun masih menjadi tanda tanya besar.

Tanda tanya itu semakin menjadi-jadi manakala salah satu temanku yang akhwat mengadukan kisah kehidupan rumah tangganya. Ia mengatakan bahwa setelah menikah, seolah tidak memiliki kesempatan untuk bercengkerama dengan dunia luar. Kehidupannya berubah kini, ada kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya. Mengurus ini itu... Tidak hanya mengurus rumah, namun juga anak dan suami. Pada awalnya semua berjalan baik-baik saja, sampai pada akhirnya semua terasa begitu melelahkan. Sang suami yang sibuk mencari nafkah, selalu pulang larut malam.

Setiap hari libur, suaminya menghabiskan waktu bercengkerama dengan teman-teman kantornya, atau teman-teman organisasi lainnya… Si istri pun kecewa, lantaran hari libur pun harus tetap dijalaninya dengan seabrek kegiatan yang menjadi rutinitasnya. Kadang ia mengeluh mengapa tak ada waktu untuk refreshing menghilangkan penat dalam dirinya. Hal itu pernah diajukan ke suaminya, namun suaminya tetap memilih untuk berkumpul dengan teman-teman ikhwannya yang dengan alasan ada bakti sosial lah, mau bersepeda lah, mau ada tatsqif lah dan sebagainya.

Akhwat juga manusia kali ya… (emang iya..!!) hehe.
Mungkin karena aku wanita, aku bicara ini dari sudut pandang seorang wanita yang bisa ikut merasakan ssperti apa yang temanku rasakan. Sungguh, aku tak tahu gimana kehidupan rumah tangga itu yang sebenarnya namun ternyata Alloh menakdirkan aku mendapat banyak pelajaran dari perjalanan rumah tangga teman-temanku yang telah menikah.

Temanku yang semasa kuliah, aktif di berbagai macam organisasi… Kemudian setelah menikah, ia tak sebebas dan seaktif dulu. Mengapa? Ya karena kini ia sudah memiliki imam dalam rumah tangganya yang berhak melarang atau mengizinkannya aktif dalam sebuah kegiatan yang mengharuskannya keluar rumah. Sebagai seorang istri yang sholihah tentu harus nurut dong, ya khan?! Tapi, yang kelewatan itu kalau sudah sang istri nurut, lalu berbakti mengurus ini itu, menjaga kehormatan dan lain-lain ehh sang suami malah bertindak semaunya.

Begini lho… Khususnya dari cerita temanku ini, sang suami adalah seorang yang terlihat faham agama. Untuk urusan sosial, beuhhh… getol banget. Infak terus berjalan, kehadiran rapat selalu yang utama, tilawah Al-Quran hampir tiap waktu. Kita lihat secara dzohir tentu subhanalloh ya memiliki suami seperti ini. But, tunggu dulu… Ternyata di lain sisi, ada hal beda yang dirasakan si istri. Ia memang bangga dengan kesholehan sang suami. Tapi ia juga tak habis pikir, dengan kesholehan itu ternyata membuat istri dan anaknya terdzolimi. Ya, aku sih terang-terangan saja mengatakan hal itu.  Karena jelas, sikap sang suami yang lebih aktif di luar rumah ternyata membuat sang istri kecewa. Berkurangnya jatah atau bahkan tidak ada jatah berjalan-jalan dengan istri dan anak-anaknya. Temanku yang minta diantarkan untuk mengaji saja, ditolak oleh suaminya lantaran sang suami sudah ada janji bersepeda dengan teman-teman ikhwannya. Miris gak tuh?!

Gemesss rasanya ya mengetahui kehidupan rumah tangga yang seperti ini. Sang suami ketika pulang kerja pernah berujar, “Ummi, kok hari ini wajahnya kuyu banget sih?!”. Duhh, gimana gak kuyu, lha wong tiap hari istrinya dikasih tugas nyuci baju, masak, nyetrika, ngurus perlengkapan sekolah anak-anak, bayaran PLN, PAM, telepon dan sebagainya. Dahsyattt gak?! Itulah yang membuat wajah si istri cepet tua… Gimana gak mau cepet tua, belum urusan rumah selesai ehh urusan anak yang masih kecil-kecil; harus ngantar ke sekolah, menyuapi makan dan sebagainya itu semua dilakukan oleh seorang yang bernama istri atau ibu.

Sedangkan sang suami, coba tengok di kantor mereka. Banyak bercanda tawa dengan rekan kerja, makan siang bareng… Sms-an, facebook-an, telpon-telponan dan lain-lain. Memang sih kewajiban sebagai seorang suami adalah bekerja tapi kan ketika berumah tangga, sudah semestinya pekerjaan rumah tangga wajib ditanggung bersama, bukan karena sang suami bertugas mencari nafkah lalu ketika sampai rumah ia hanya menjadikan rumahnya sebagai tempat peristirahatan bahkan dijadikan sebagai tempat singgah saja. Masya Alloh, sedih rasanya..

Ikhwan dan akhwat ternyata juga manusia…
Benarlah kalau dikatakan bahwa sebutan ikhwan akhwat itu hanya sebuah gelar. Bukan ukuran pasti bahwa ketika mendapat gelar itu, kita sudah menjadi pribadi yang lebih baik dibandingkan dengan yang belum mendapat gelar tersebut. Banyak yang harus dipelajari dari kehidupan rumah tangga teman, saudara atau bahkan orang tua kita sekalipun. Tidak ada salahnya belajar dari mereka semua, yang pada akhirnya kan membuka wacana pikiran kita bahwa ternyata membina rumah tangga itu tidak lah mudah.

Kalau ada banyak keluhan yang terjadi, kata temanku.. Itu tandanya kita masih hidup, maka kita masih bisa merasakan ini itu… Coba kalau kita sudah mati, tentu kita tidak akan pernah merasakan lagi yang namanya konflik kecuali konflik dengan malaikat penjaga neraka dan surga mengenai nanti di akhirat kita bakal masuk ke tempat mana. Hehe ^^

Hufh… yang pasti, mari nge-teh mari bicarakan (iklan bangett). Perlu ada komunikasi dua arah antara suami dengan istri. Tidak seharusnya sang suami melupakan begitu saja bahwa kini ia sudah berumah tangga. Tentu berbeda kebiasaan ketika masih lajang dengan keadaan ketika sudah menjadi suami atau ayah. Tolong, sekali lagi tolong… Bahkan mungkin di dunia maya -facebook, twitter dan sebagainya- ini pun banyak suami yang mengaku masih single, ia mengumbar segala kegombalan pada akhwat. Barangkali dengan niatan memiliki istri lebih dari satu??!! Ehem, yang pasti ditengah keasyikannya ‘bermain api’, coba bayangkan deh si istri yang tengah repot dengan aktifitas rumahnya. Hiburannya hanya televisi atau hanya canda tawa anak-anak sebagai pengobat hati kelelahannya menjadi ibu rumah tangga.

Aku berbicara seperti ini tentu karena aku menyaksikan sendiri, bahwa banyak ikhwan yang berkelakuan seperti itu… Tak dapat dipungkiri. Gelar ikhwan-akhwat mungkin saja luntur dikarenakan sikap-sikap rendahan yang tanpa sadar kita sendiri pun yang membuat diri kita rendah.

Yang perlu disadari, sebagai seorang ikhwan yang sudah berstatus suami atau ayah, coba deh mulai persiapkan dunia kalian yang baru. Selama ini mungkin yang disinggung-singgung oleh kita semua adalah kesiapan ikhwan-akhwat untuk menikah… Namun ternyata banyak juga ikhwan-akhwat yang sudah menikah ternyata belum ‘siap’ dalam menjalankan peran sesungguhnya. Banyak yang masih terbiasa dengan kehidupan masa lajangnya. Ingat! Khususnya untuk para ikhwan ya, ada istri dan anak yang menjadi tanggung jawab moral bagi kalian. So, jangan sepelekan… Misal saja karena sang suami tidak bisa mengajak jalan-jalan si istri keluar rumah, akhirnya diam-diam pergi bersama anak-anaknya mencari hiburan tanpa didampingi suami. Lalu ketika suami memergokinya berada di luar rumah, jangan marah loh… Gak pantas marah, kalau ternyata sang suami sendiri tak bisa memenuhi keinginan sang istri tersebut yang hanya ingin jalan-jalan.

Well, aku sebenarnya lagi nulis apa sih. Mana panjang banget lagi ya tulisannya? Hehe. Mungkin terkesan sok tua dan sok tau kali ya. Tapi yaa beginilah isi hati dan pikiranku yang sebenarnya. Harus aku luapkan segera, kalau nggak.. Bisa-bisa otakku meledak karena ada pikiran yang berkecamuk.

Yuk, kita hargai bersama peran seorang istri atau ibu yang subhanalloh luarrr biasa wonder woman deh… Aku bahkan salut banget sama ibuku, bunda Samara Humaira yang telah memberikanku banyak pelajaran untuk menjadi wanita hebat yang mandiri.

Allohu’alam. Afwan minkum.


~DLT

**Spesial ku dedikasikan untuk ibuku, temanku yang menginspirasi, seorang istri, calon istri, seorang ibu atau calon ibu sekalipun… Ohya terlebih untuk para suami atau para ayah yang merasa tersinggung dengan tulisanku ini (emang maksudnya bikin tersinggung sih. Hehe) ^_^

2 Responses so far.

  1. Assalamualaikum, tidak semua ikhwan punya sikap yang seperti itu, mungkin emang benar kata orang2, seseorang itu akan terlihat watak aslinya kl sudah hidup bersama. Cinta itu berarti ikhlas untuk menerima apa adanya, keduanya juga harus saling pengertian satu sama lain, sang suami harus memahami kebutuhan si istri, dan istri juga harus memahami apa mau suami, walau bagai mana pun, komunikasi itu penting....

  2. Unknown says:

    Alaikumussalam..
    yup, fahim akh. tidak semuanya seperti itu memang.
    Ana hanya mengutarakan apa yg ana alami berdasarkan pengalaman teman ana.
    Dan seperti itulah cerita yg dialami teman ana, semoga bs jadi bahan renungan bersama..
    bahwa benar2 butuh kematangan dalam menjalani sebuah pernikahan :)