Ibarat "bad sector" pada hard disk karena serangan virus,
sepertinya hal ini yang tengah terjadi pada salah seorang kerabatku. Seorang
istri dan juga seorang ibu, yang seperti pada virus di komputer, dapat menyebabkan
tidak bisa berjalan dengan semestinya bahkan bisa rusak.
Mungkin inilah yang dinamakan luka batin. Jika terjadi luka pada
tubuh fisik akan segera terlihat jelas gejalanya seperti darah mengucur,
bengkak dan rasa sakit sehingga kita dapat segera melakukan tindakan pengobatan
dengan memberikan obat luka, antibiotik dsb. Tetapi apabila terjadi luka
di dalam batin yang tidak terlihat dan kemudian diabaikan akan
terjadi mekanisme pertahanan diri dari batin bawah sadar dengan segera menutup
rapat memori trauma tersebut.
Inilah yang kulihat pada kerabatku, dia memiliki tekanan batin
dalam kehidupan berkeluarganya yang masih tinggal menumpang dengan mertua.
Sudah tidak dipungkiri lagi, bahwa menantu dan mertua terkadang tidak memiliki
ke-klop-an dalam kesehariannya. Sebut saja kerabatku itu “mbak A”. Ya, semenjak
mbak A tinggal di rumah mertua, hidupnya mengalami luka yang tak henti-henti.
Menurut pengakuannya, ia sudah tidak betah tinggal di rumah mertua dikarenakan
setiap mau makan dikomentarin, mau melakukan hal lain pun dikomentarin. Ada
saja hal-hal yang memicu komentar dari sang mertua, padahal semestinya hal
demikian tidak perlu.
Pasca melahirkan anak pertamanya, kulihat berat badannya semakin
menurun, apatah lagi kegagalannya dalam memberikan ASI yang tidak keluar
sehingga mau tidak mau ia harus menggantinya dengan memberi makanan bergizi
alias Homemade Healthy Baby Food. Inilah yang membuat hari demi harinya
melelahkan. Karena putranya tidak diberi ASI, si mbak A harus siap begadang
terus ketika anaknya rewel tidak karuan karena tidak enak badan. Sudah berbagai
macam penyakit menyerang sang anak. Dari batuk pilek, radang tenggorokan, kulit
alergi sampai pada infeksi saluran kencingnya sehingga sang bayinya harus
dikhitan sejak bayi. Prihatin rasanya.. melihat kondisi sang anak. Dan itu pula
yang membuat mbak A letih berkepanjangan ketika harus siaga 24 jam, mengerahkan
tenaga, harta dan segala macam usahanya demi sang anak tumbuh sehat.
Tapi nyatanya, yang membuat mbak A terlihat semakin kurus, bukan
hanya itu saja melainkan... ketidaknyamanan menempati rumah sang mertua. Hal ini
yang memicu tumbuhnya rasa trauma berupa penyakit mental seperti perasan marahnya
yang muncul tanpa sebab, dan gangguan kecemasan. Inilah yang terjadi ketika
kulihat ia selalu merasa sedih, muram, mudah menangis tanpa sebab serta bergerak
atau berbicara dengan lebih perlahan daripada biasanya ketika kutemui ia di
rumahnya.
Tak banyak yang bisa kuperbuat, selain aku mencoba memotivasinya
melalui pesan singkat atau ketika kami bertemu sore hari saat mengajak
anak-anak kami bermain. Kuselipkan kalimat penyemangat dan kesabaran agar ia
mampu menjadi istri serta ibu yang kuat, tegar dalam menjalani kehidupan,
sekalipun luka batin dalam hidupnya tak bisa dihindari. Semoga Allah senantiasa
menjaganya..
Posting Komentar