Aku salut dengan kesibukannya saat ini... Di bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, di tengah panas yang menyengat dan menimbulkan dahaga saat bershaum, ia tetap bersemangat melangkahkan kaki menuju majelis peraduannya untuk menimba ilmu. Ya.. dialah bidadari senjaku; ibuku, bunda Samara
Sedari awal Ramadhan, ibuku sudah memutuskan untuk mengikuti dauroh yang diajukan oleh ustadzah tempatnya ta'lim Ar-Rahmah. Hanya dia bersama satu orang rekan seperjuangannya yang mendapat amanah untuk dikirim menimba ilmu di majelis ta'lim milik adik sang ustadzah.
Awalnya... ia merasa berat dalam menjalani segalanya. Setibanya pulang di rumah, banyak keluhan yang didapat dari setiap pertemuannya. "Materinya berat banget, mbak... membicarakan tentang tauhid uluhiyah dan lain-lain...". Hampir saja ia berputus asa apalagi ditambah di hari pertama Ramadhan, tamu bulanannya datang, kontan dong moodnya pun makin gak karuan, emosi yang tak labil sembari merasakan nyeri di daerah kewanitaan dan tubuh yang pegal-pegal semakin menambah rasa goyahnya untuk berhenti mengikuti dauroh yang sudah (terlanjur) diikutinya. Wah, mengapa dikatakan terlanjur? Karena kejanggalan sudah bisa ia rasakan ketika pertama kali bertemu dengan kawan-kawan peserta dari majelis ta'lim lainnya. Ini bukan majelis ta'lim biasa, karena hampir kebanyakan tiap pesertanya menggunakan jubah dan bercadar.
Saat itu ibuku dan teman seperjuangan dari majelis ta'lim yang sama hanya bisa melongo' karena pemandangan yang seperti itu sangat asing ditemuinya. Ibuku terheran-heran mengapa ia dipersatukan dalam sebuah majelis ilmu yang isinya kawanan bercadar? Pantas saja ibuku merasa berat menerima ilmu dalam dauroh tersebut, karena bisa dikatakan materi yang diberikan itu bukan untuk level ibuku yang masih kelas majelis ta'lim layaknya pengajian mamah dedeh atau ummi qurrota 'ayunin.
Itulah mengapa, ibuku merasa berat hati untuk terus melanjutkan perjuangannya belajar ilmu agama ini. Namun, ternyata tidak demikian dengan satu-satunya teman seperjuangan ibuku. Dia lah yang justru memotivasi untuk tetap istiqomah dalam menimba ilmu yang berlangsung selama 12 hari selama bulan Ramadhan ini. Akhirnya ibuku luluh juga, ia terus mengikuti materi dauroh, ia selalu mencatat resume dari setiap hasil pertemuannya, ia pun jadi sering mentransfer ilmu yang didapat pada suami dan anak-anaknya setibanya di rumah. Sungguh luar biasa... meski di usia senjanya, ia masih terus giat menuntut ilmu agama, dan ia menjadi terus bersemangat terlebih ketika salah satu ummahat peserta dauroh turut memotivasinya untuk terus giat dalam menuntut ilmu agama. Kata ibuku; "Ahh, dia aja bisa.. Aku juga pasti bisa dong". Ya, jangan mau kalah ibuku... meski sejuta alasan menghadang, mulai dari pikiran yang mulai pikun, memori yang sudah sulit mencerna atau alasan fisik mulai dari kaki yang pegal-pegal kalau dipakai berjalan.. semoga semua hal itu tak menjadikan hambatan untuk terus menimba ilmu agama.
Dan terbukti... sudah hampir menuju hari akhir dauroh berlangsung, nyatanya ibuku tetap istiqomah dalam menerima sajian materinya. Dan lucunya lagi, ibuku seperti anak sekolah saja. Ia merasa senang jika lembar resume yang dibuatnya mendapatkan nilai bagus seperti nilai 75, 80, atau 85 (sembari menunjukkan nilainya padaku). Dan pada sore ini, yang lebih lucu lagi, ia bersama teman seperjuangannya sedang fokus belajar di rumahku. Sambil mengetuk pintu kamarku ia berujar; "Mbak, lagi belajar dulu ya sama teman nih di kamar atas, tolong jangan diganggu dulu besok mau ujian soalnya". Hehe... ibuku, ibuku. Bangganya aku padamu, tetap semangat ya bunda Samara dalam menimba ilmu :)
Posting Komentar