"Tidak ada yang sempurna di dunia.. Jika begitu adanya, mengapa masih mengharap berlebih dari apa yang sudah diberi oleh-Nya? Sekalipun masalah yang menyapa, ia bukan masalah yang tak ada jalan keluarnya. Karena pada-Nya saja, kita mengharap dan meminta.."

Postingan Populer

Pengikut

Mengawali tulisanku, dari sebuah kisah yang kualami hari ini. Di sekolah sesuai jadwal, bahwa hari kamis ini ada Market Day… Yakni program rutin berupa pasar kaget yang dikelola oleh murid-murid sebagai penjualnya.

Salah satu muridku yang berada di kelas IV A tiba-tiba datang menghampiri, “Miss Deasy, mau beli pudding cokelatku gak? Murah aja kok Cuma dua ribu. Belum habis nih daganganku”. Aku pun iba, sekaligus senang melihat antusias murid-muridku yang lainnya menjajaki dagangannya ke guru-guru dengan beragam cara berbeda. Tanpa ba bi bu, aku keluarkan selembaran uang dua ribu yang ada di saku bajuku. Kemudian muridku itu memberikan puddingnya padaku, sambil berbisik; “Miss Deasy, ini ada gratisannya… Buat miss aja.” Subhanalloh, aku beli satu pudding lalu dapet gratis satu pudding lagi. Luar biasa kebaikan yang sederhana dicontohkan oleh muridku ini.

Dari situlah aku berfikir, alasan apa yang membuatnya mau memberikan gratis puddingnya itu ya? Padahal murid-murid lain tak bersikap seperti dia. Aku bertanya-tanya? Apa aku sudah menjadi guru yang layak dicintainya???

Ya. Menjadi guru bagiku adalah sebuah seni, sehingga menjadi guru yang baik yang layak dicintai itu melibatkan panggilan, kemampuan intelektual dan penguasaan materi, karakter, talenta dan kemampuan dalam berkomunikasi. Dari semua itu yang terpenting adalah karakter guru itu sendiri.

Berdasarkan kenyataan… bahwa guru yang baik ternyata harus menjadi konselor yang baik bagi murid-muridnya. Guru hendaknya menjadi guru profesional yaitu mengetahui hal-hal sederhana soal konseling, termasuk dalam hal-hal yang kecil. Seperti mengenal nama dari siswa dan memanggil siswa dengan namanya, memberikan salam kepada siswa dan rekan kerja dengan hangat dan ramah, pergi menghadiri acara-acara siswa di luar kelas, misalnya ibadah, pertandingan, dan lain sebagainya, mengingat sesuatu yang pernah digumuli oleh siswa sebelumnya. Contohnya: apakah mamamu sudah keluar rumah sakit? Dan menghindari bersifat sarkastik dalam memberikan komentar atas kebodohan atau kenakalan yang dilakukan seorang siswa. Ini akan melukai hati siswa, lalu jika kita tidak bisa menyampaikan atau melihat sesuatu yang baik tentang seseorang, jangan katakan apapun. Katakan suatu kebenaran atau teguran secara pribadi, selalu mendorong bahwa kemampuan siswa lebih dari yang merasa dimiliki siswa agar ia termotivasi.

Hm.. Berat sekali untuk bisa menjadi figur pendidik yang dicintai serta dihormati murid-muridnya ya. Aku pun selalu akan membenahi diri ini, berusaha sekuat tenaga agar bisa mencapai standarisasi sebagai guru yang layak dicintai.

Aku ingin suatu saat kelak, ada seorang muridku atau beberapa murid yang mengatakan; “Miss Deasy, terima kasih untuk kebaikanmu telah mendidikku selama ini. I love you”. Ohh, semoga suatu saat kalimat itu bisa terdengar dari lisan muridku.

Harapanku… Seperti apa yang dikatakan oleh Daniel Comiza bahwa guru yang dicintai adalah sosok yang menerima dengan tulus dan berbahagia –sebelum segala sesuatu- sebagai manusia. Hal ini semoga memacuku untuk lebih bisa memahami murid-murid dan berinteraksi baik dengan mereka.  Insya Alloh