Tahu khan binatang bunglon? Itu tuh, yang
kulitnya suka berubah-ubah warnanya tergantung dimana ia hidup. Kalau pas ia
ada di tanah, warna kulitnya jadi coklat kehitaman kayak tanah. Kalau pas di
dekat daun, warna kulitnya jadi ikutan hijau kayak daun. Pokoknya plin-plan’
gitu deh, tergantung situasi dan kondisi. Wajar aja sih, namanya juga hewan.
Tapi jangan salah, banyak banget manusia
saat ini, khususnya di bulan Ramadhan yang demen ikutan jejak si bunglon. Ketika
Ramadhan menjelang, banyak para cewek jadi pake kerudung. Banyaknya artis yang
pake kerudung dan cadar pas cuma main film, maka banyak cewek juga ikut-ikutan pake
kerudung dan menutup aurat secara bongkar pasang alias nggak konsisten. Momen
Ramadhan pun menjadi waktu yang pas buat tampil dengan penampilan baru full?
Okelah, soal niat dan motivasi cuma
pelakunya yang tahu dan tentu Allah Swt. Tapi yang pasti perubahan “dadakan” di
bulan Ramadhan itu bisa berdampak positif dan negatif sekaligus. Positifnya
jelas. Tampilnya sebagian dari kita mengenakan busana muslim/muslimah dan
maraknya syiar Islam di bulan suci yang lalu memberi kesan bahwa kita sadar
betul dengan apa yang harus kita lakukan, yakni menghormati bulan Ramadhan
sekaligus nunjukkin bahwa diri kita serius menghargainya dengan cara menjaga
image diri dan menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Apalagi jika kemudian hijrah
total dari kegelapan menuju cahaya Islam meski Ramadhan telah berlalu. Bukti
riilnya ditunjukkan dengan tetap berbusana menutup aurat sesuai tuntunan
syariat, juga perilaku yang ber-akhlakul karimah selepas Ramadhan. Hmm.. semoga
ya.
Nah kalau sisi negatifnya gimana? Ya kalau kemudian setelah Ramadhan berlalu, kita balik lagi ke selera asal.
Jadinya, kesan bahwa kita itu memanfaatkan situasi jadi kentara banget. Yup,
memanfaatkan momen Ramadhan hanya untuk kepentingan sesaat. Motivasinya lebih
karena ingin dianggap baik di hadapan manusia: berbusana yang sopan, bertutur
kata yang baik, berperilaku yang sesuai ajaran Islam, bahkan para musisi juga
rame-rame bikin album religi di bulan suci. But, selepas Lebaran hilang semua
itu. Nggak ada bekasnya sama sekali. So, jangan salahkan orang lain yang risih
dengan perilaku “bunglon” seperti ini, karena agama kayaknya dianggap sebagai
komoditas untuk menjaga atau memoles citra diri. Duile… sungguh teganya, teganya, teganyaaa...
Saudara/iku, dunia ini boleh
dibilang kayak panggung sandiwara. Semua orang ingin memerankan apa yang
disukainya dan tampak menarik di hadapan orang lain. Menarik di sini bisa sisi
positif, bisa juga negatif. Sebab, kita harus ngakuin juga dong kalo ada orang
yang tertarik dan sangat berminat di dunia kejahatan, maka ia akan ‘memerankan’
apa pun yang identik dengan icon kejahatan. Begitu juga sebaliknya, jika
seseorang tertarik di dunia kebaikan, maka ia akan memerankan apa pun yang
identik dengan icon kebaikan, sesuai dengan kesepakatan umum manusia maupun
agama. Itu sebabnya barangkali orang ingin tampil bukan sekadar apa adanya,
tapi harus ada apa-apanya agar bisa dilihat orang lain dan membuat orang lain
tertarik dengan apa yang kita perankan.
Firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS al-Israa’
[17]: 36)
Yuk, biar nggak jadi bunglon, kita kaji
Islam dengan benar dan baik. Jadikan Islam sebagai akidah dan syariat. Amalkan
dalam kehidupan sehari-hari (gak cuma bulan Ramadhan aja) sembari terus mengkampanyekan dalam dakwah kita
tentang wajibnya menjadikan Islam sebagai the way of life bagi kita dan seluruh
kaum muslimin :)
Posting Komentar