Tersentak… ada tiga rangkaian kata yang mungkin dianggap menjadi
sebuah beban bagi seorang wanita. Seperti… dengarlah kalimat orang tua yang
anaknya ketahuan hamil lagi padahal anaknya yang pertama baru berumur satu
tahun, “Kamu hamil lagi?? Memangnya, kamu disekolahkan tinggi-tinggi,
mahal-mahal, hanya untuk hamil saja?”
Dan kalimat ketidaknyamanan lainnya yang mungkin bisa membuat
terpuruk seseorang yang bernama “wanita”.
Apakah ada yang salah dari tiga rangkaian kata; Hamil, Melahirkan
dan Menyusui? Apakah menjadi sebuah beban ketika mendengar kata tersebut? Belum
lagi pada kenyataannya, media sebagai guru besar masyarakat, yang sering
menampilkan para wanita yang mengesampingkan peran kehamilan, melahirkan dan
menyusui. Hufh…
Mengapa harus aku?? Dan pada akhirnya kalimat itulah yang terujar
oleh para wanita di luar sana. Kaum yang dinamakan hawa itu meletakkan kata
hamil dan menyusui di sudut sempit dalam hidupnya. Jika bisa tidak, mengapa
harus iya. “Kapok!” kata seorang ibu sambil mengelus-elus perutnya.
Bisa dibayangkan bukan? Bagaimana suasana hati ibu yang seperti
ini saat hamil, melahirkan dan menyusui? Damaikah, senangkah, bahagiakah, atau
sebaliknya.
Al Quran sudah menyebutkan,
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا
عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ
الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)
Rasanya sudah jelas… Mengapa harus aku, kamu dan kita semua yang
mengaku wanita mengalami peristiwa hamil, melahirkan dan menyusui. Karena
seperti halnya kita yang terlahir di dunia ini, ada peran serta kedua orang
tua. Dan ayat di atas, dimulai dengan perintah Alloh langsung kepada seluruh
manusia agar berbakti kepada kedua orang tuanya. Dan subhanallah, setelah itu
Alloh hanya menyebut peran ibu. Ya… kitalah calon ibu.. atau ibu itu sendiri.
Betapa hamil, melahirkan dan menyusui hingga menyapih seorang anak
adalah aktifitas sangat mulia yang langsung disanjung oleh Alloh Pencipta
seluruh yang ada. Cukuplah ini menjadi jaminan kemuliaan dan gelar yang tinggi
bagi seorang wanita.
Apalagi ketika tiga aktifitas ini dijadikan alat tukar bagi bakti
seorang anak di kemudian hari. Bakti anak tentu menjadi tumpuan orang tua yang
paling membahagiakan di usia senjanya kelak. Tidak ada orang tua yang tidak
berharap memiliki anak yang berbakti.
Maka, mengapa hamil masih merupakan aktifitas rendah bahkan dicaci
maki? Mengapa masih saja bertanya; “Mengapa Harus Aku?”
Meski hamil memang penuh perjuangan dengan susah payah, lemah
bertambah lemah. Keadaan yang sulit ini, seharusnya tidak ditambahi beban
dengan berbagai tekanan.
Maka, mengapa melahirkan menjadi bahan ejekan? Mengapa masih saja
bertanya; “Mengapa Harus Aku?”
Meski melahirkan perlu perjuangan yang tidak mudah, seharusnya
para ibu yang hamil ridho melahirkan dengan rasa sakit dan perjuangan bertaruh
nyawa. Bukan mudah menyerah dan malas berjuang sehingga dikeluarkan oleh
peralatan medis.
Maka, mengapa menyusui menjadi aktifitas yang menakutkan dan
memusuhi kecantikan? Mengapa masih saja bertanya; “Mengapa Harus Aku?”
Sangat jelas perintah menyusui hingga penyapihan. Dan menyapih
susuan yang sempurna selama dua tahun.
Jadi, sudah seharusnya kita sadari bahwa hamil penuh perjuangan,
kesabaran dalam merasakan sakitnya melahirkan meregang nyawa dan menyusui
sempurna 2 tahun adalah harga yang harus dibayar oleh para orang tua untuk
hadirnya bakti anak di kemudian hari.
Jangan tanyakan kembali… kalimat yang tidak seharusnya
dipertanyakan. “Mengapa Harus Aku?” Ya… karena kita adalah ibu peradaban, dari
rahim seorang wanita shalihah lah akan mampu terlahir generasi cemerlang, penuh
bakti dan berguna bagi agama, dunia serta akhiratnya kelak. Apa kita masih
ragu? Semoga tidak.
hmmm semoga melahirkannya selamat ya