- Home »
- Cerpen , Islam , Motivasi , Pendidikan »
- Belajar Dari Tukang Sol
Ada sebuah kisah tentang seseorang
yang bernama Mang Urip, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan
sepatu yang sering disebut tukang sol. Pagi-pagi buta sudah melangkahkan kakinya
meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, pulangnya nanti mang Urip membawa
uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Urip terus menyusuri jalan
sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang
menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.
Perut pun mulai keroncongan. Hanya
berbekal air teh dari rumah yang mampu mengganjal perutnya. Mau beli makan,
uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat order besar sehingga bisa membawa
uang ke rumah.
Di tengah keputusasaan, dia berjumpa
dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini
sudah dapat uang banyak nih.” pikir mang Urip. Mereka berpapasan dan saling
menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.
“Bagaimana dengan hasil hari ini
bang? Sepertinya laris nih?” kata mang Urip memulai percakapan.
“Alhamdulillah. Ada beberapa orang
memperbaiki sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang
Soleh.
“Saya baru satu bang, itu pun cuma
benerin jahitan.” kata mang Urip memelas.
“Alhamdulillah, itu harus disyukuri.”
“Mau disyukuri gimana, nggak cukup
buat beli beras juga.” kata mang Urip sedikit kesal.
“Justru dengan bersyukur, nikmat kita
akan ditambah.” kata bang Soleh sambil tetap tersenyum.
“Emang begitu bang?” tanya mang Urip,
yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.
“Insya Alloh. Mari kita ke Masjid
dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Soleh sambil mengangkat
pikulannya.
Mang Urip sedikit kikuk, karena dia
tidak pernah “mampir” ke tempat shalat.
“Ayolah, kita mohon kepada Alloh
supaya kita diberi rezeki yang barakah.”
Akhirnya, mang Urip mengikuti bang
Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid,
sepertinya sering ke masjid tersebut.
Setelah shalat, bang Soleh mengajak
mang Urip ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Urip bingung, sebab
dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti,
“Ayolah, kita makan dulu. Saya yang
traktir.”
Akhirnya mang Urip ikut makan di
warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Urip berkata,
“Saya tidak enak nih. Nanti uang
untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya.”
“Tenang saja, Alloh akan
menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Soleh tetap tersenyum.
“Abang yakin?”
“Insya Alloh.” jawab bang soleh
meyakinkan.
“Kalau begitu, saya mau shalat lagi,
bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain.” kata mang Urip penuh harap.
“Insya Alloh. Alloh akan menolong
kita.” Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah.
Keesokan harinya, mereka bertemu di
tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa.
“Apa kabar mang Urip?”
“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya
sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun?
Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat.” kata mang Urip setengah
menyalahkan.
Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian
berkata, “Masih ada hal yang perlu mang Urip lakukan untuk mendapat rezeki
barakah.”
“Oh ya, apa itu?” tanya mang Urip
penasaran.
“Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata
bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.
Keesokan harinya, mereka bertemu
lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Urip yang berhari-hari ini sepi order
berkata setengah menyalahkan lagi,
“Wah, saya makin parah. Kemarin nggak
dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?”
“Bukan tidak, cocok. Mungkin
keyakinan mang Urip belum kuat atas pertolongan Alloh. Coba renungkan, sejauh
mana mang Urip yakin bahwa Alloh akan menolong kita?” jelas bang Soleh sambil
tetap tersenyum.
Mang Urip cukup tersentak mendengar
penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia “hanya”
coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh.
“Bagaimana supaya yakin bang?” kata
mang Urip sedikit pelan hampir terdengar.
Rupanya, bang Soleh sudah menebak,
kemana arah pembicaraan.
“Saya mau bertanya, apakah kita
janjian untuk bertemu hari ini, disini?” tanya bang Soleh.
“Tidak.”
“Tapi kenyataanya kita bertemu,
bahkan 3 hari berturut. Mang Urip dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika
bukan Alloh yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Soleh. Mang Urip terlihat
berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari
Alloh, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita
tidak menyangka Alloh akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap.
Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.”
Mang Urip manggut-manggut. Sepertinya
mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.
“OK dech, saya paham. Selama ini saya
akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Alloh sebenarnya sudah membimbing
saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih
bang.” kata mang Urip, matanya terlihat berkaca-kaca.
“Berterima kasihlah kepada Alloh.
Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada
Alloh.”
Mereka pun mengangkat pikulan dan
mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimist bahwa hidup
akan lebih baik.
***
Betapa banyak hal-hal tidak terduga
yang memberikan pelajaran bagi kita untuk senantiasa bersyukur tanpa henti.
Karena dengan semakin banyak syukur, semakin banyak pula nikmat akan bertambah
dan membawa berkah. Aamiin...
Posting Komentar