"Tidak ada yang sempurna di dunia.. Jika begitu adanya, mengapa masih mengharap berlebih dari apa yang sudah diberi oleh-Nya? Sekalipun masalah yang menyapa, ia bukan masalah yang tak ada jalan keluarnya. Karena pada-Nya saja, kita mengharap dan meminta.."

Postingan Populer

Pengikut





Ada sebuah kisah tentang seseorang yang bernama Mang Urip, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang sering disebut tukang sol. Pagi-pagi buta sudah melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, pulangnya nanti mang Urip membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Urip terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.
Perut pun mulai keroncongan. Hanya berbekal air teh dari rumah yang mampu mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat order besar sehingga bisa membawa uang ke rumah.
Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nih.” pikir mang Urip. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.
“Bagaimana dengan hasil hari ini bang? Sepertinya laris nih?” kata mang Urip memulai percakapan.
“Alhamdulillah. Ada beberapa orang memperbaiki sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Soleh.
“Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan.” kata mang Urip memelas.
“Alhamdulillah, itu harus disyukuri.”
“Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga.” kata mang Urip sedikit kesal.
“Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah.” kata bang Soleh sambil tetap tersenyum.
“Emang begitu bang?” tanya mang Urip, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.
“Insya Alloh. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Soleh sambil mengangkat pikulannya.
Mang Urip sedikit kikuk, karena dia tidak pernah “mampir” ke tempat shalat.
“Ayolah, kita mohon kepada Alloh supaya kita diberi rezeki yang barakah.”
Akhirnya, mang Urip mengikuti bang Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut.
Setelah shalat, bang Soleh mengajak mang Urip ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Urip bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti,
“Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir.”
Akhirnya mang Urip ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Urip berkata,
“Saya tidak enak nih. Nanti uang untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya.”
“Tenang saja, Alloh akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Soleh tetap tersenyum.
“Abang yakin?”
“Insya Alloh.” jawab bang soleh meyakinkan.
“Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain.” kata mang Urip penuh harap.
“Insya Alloh. Alloh akan menolong kita.” Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah.
Keesokan harinya, mereka bertemu di tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa.
“Apa kabar mang Urip?”
“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat.” kata mang Urip setengah menyalahkan.
Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian berkata, “Masih ada hal yang perlu mang Urip lakukan untuk mendapat rezeki barakah.”
“Oh ya, apa itu?” tanya mang Urip penasaran.
“Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.
Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Urip yang berhari-hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi,
“Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?”
“Bukan tidak, cocok. Mungkin keyakinan mang Urip belum kuat atas pertolongan Alloh. Coba renungkan, sejauh mana mang Urip yakin bahwa Alloh akan menolong kita?” jelas bang Soleh sambil tetap tersenyum.
Mang Urip cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia “hanya” coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh.
“Bagaimana supaya yakin bang?” kata mang Urip sedikit pelan hampir terdengar.
Rupanya, bang Soleh sudah menebak, kemana arah pembicaraan.
“Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?” tanya bang Soleh.
“Tidak.”
“Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut. Mang Urip dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Alloh yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Soleh. Mang Urip terlihat berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Alloh, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita tidak menyangka Alloh akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.”
Mang Urip manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.
“OK dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Alloh sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih bang.” kata mang Urip, matanya terlihat berkaca-kaca.
“Berterima kasihlah kepada Alloh. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Alloh.”
Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimist bahwa hidup akan lebih baik.
***
Betapa banyak hal-hal tidak terduga yang memberikan pelajaran bagi kita untuk senantiasa bersyukur tanpa henti. Karena dengan semakin banyak syukur, semakin banyak pula nikmat akan bertambah dan membawa berkah. Aamiin...