"Tidak ada yang sempurna di dunia.. Jika begitu adanya, mengapa masih mengharap berlebih dari apa yang sudah diberi oleh-Nya? Sekalipun masalah yang menyapa, ia bukan masalah yang tak ada jalan keluarnya. Karena pada-Nya saja, kita mengharap dan meminta.."

Postingan Populer

Pengikut

Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa “Nikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia bukan golonganku.”
Siapakah yang tidak ingin menikah? Semua tentu menjawab ‘mau’. Ya. Aku pun mau menikah, tapi entah kapan dan dengan siapa itulah yang masih berada di dalam catatan Tuhan, yang tiada seorang pun mengetahuinya.
Sore ini, tepatnya ketika aku sedang membantu ibuku memasak di dapur, tiba-tiba pembicaraan mengarah ke tema ‘Rumah Tangga’. Sudah sering aku berdiskusi mengenai hal ini dengan ibuku. Karena banyak pelajaran yang diberikan oleh ibuku mengenai perjalanannya mengarungi bahtera rumah tangga bersama ayahku. Ketika keyakinan itu sudah tertancap dalam lubuk jiwa, maka bersama itu pulalah terjadinya ijab-qobul yang disaksikan oleh para malaikat.
Subhanalloh… Bagi yang telah siap ‘melangkah maju’ hendaknya menyadari bahwa setelah ijab-qobul itu, dihadapan kita akan terbentang ombak dan gelombang yang dapat menghempas dan mematahkan kemudi, atau paling tidak ada riak dan getaran yang mampu mengolengkan perahu kita. Pertanyaannya, apakah kita sudah siap dengan bekal? Tentu, bukan hanya bekal materi dan cinta, tetapi bekal yang melebihi keduanya, yaitu ketaqwaan “…Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah bekal taqwa..” (QS. Al Baqarah: 197)
Banyak hal yang bisa kutanyakan pada ibuku, dan banyak juga ilmu yang bisa diberikan olehnya kepadaku. Menurutnya, membangun rumah tangga itu tidaklah mudah. Kita harus mengetahui dahulu, apa motivasi kemudian visi misi kita dalam menginginkan pernikahan. Mengapa setiap makhluk melakukan pernikahan, setidaknya menginginkan pernikahan itu? Ya. Karena dalam setiap diri makhluk tersebut ada naluri yang melahirkan dorongan seksual. Naluri itulah yang berperan dalam mewujudkan pernikahan. Ternyata tidak hanya manusia yang memilikinya, tetapi juga hewan, tumbuhan dan juga benda.
Agaknya tidak ada naluri yang lebih dalam dan kuat dorongannya melebihi naluri dorongan pertemuan dua lawan jenis, pria wanita, jantan betina, positif dan negatif. Itulah ciptaan dan pengaturan Ilahi. “Segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan, agar kamu menyadari (kebesaran Alloh)” (QS. Adz-dzariyyat: 49)
 “Mahasuci Alloh yang menciptakan semua pasangan, baik dari apa yang tumbuh di bumi, dari jenis mereka (manusia) maupun dari makhluk-makhluk) yang mereka tidak ketahui“ (QS. Yasin: 36).
Inilah yang halal jika sudah terbingkai dalam ikatan suci. Jika kita mengakui bahwa keberpasangan merupakan ketetapan Ilahi yang berlaku umum, maka haus diakui juga bahwa ia bukanlah sesuatu yang kotor atau najis, tetapi bersih, suci lagi terhormat. Jika kita mengakui bahwa aksi dan reaksi, atau pengaruh atau mempengaruhi itu merupakan kodrat segala sesuatu, maka harus diakui juga bahwa tidak ada keistimewaan bagi yang melakukan aksi dari segi fungsinya sebagai pelaku, tidak juga ada kekurangan bagi yang menerimanya. Walaupun harus diakui bahwa yang melakukan aksi lebih kuat daripada yang menerimanya. Seandainya jarum tidak lebih keras daripada kain, atau pacul yang tidak lebih kuat daripada tanah, maka tidak akan ada jahit menjahit ataupun pertanian. Karena itu, jantan/laki-laki selalu mengesankan kekuatan dan penguasaan, sementara betina/perempuan selalu mengesankan kelembutan dan penerimaan.
Setidaknya hal itu yang aku ketahui, bahwa masing-masing memiliki keistimewaan dan masing-masing membutuhkan yang lain guna mencapai tujuan bersama. Karena mendambakan pasangan adalah fitrah. Kesendirian atau keterasingan adalah hantu yang dijauhi manusia, karena manusia adalah makhluk sosial. Makhluk yang membawa sifat dasar “ketergantungan”.
Ibuku berkata bahwa kesediaan seorang wanita untuk hidup bersama dengan seorang laki-laki, meninggalkan orang tua dan keluarganya dan mengganti semua itu dengan penuh kerelaan untuk hidup bersama laki-laki “asing” yang menjadi suaminya, serta bersedia membuka rahasianya yang paling dalam, karena ia merasa yakin bahwa kebahagiannya bersama suami akan lebih besar dibanding dengan kebahagiaan bersama ibu bapaknya. Pembelaan dan penjagaan suami terhadapnya tidak lebih sedikit dari pembelaan saudara-saudara sekandungnya.
Seperti itulah. Amanah ketika menikah bukanlah sembarangan. Suami berkewajiban memberi nafkah lahir dan batin kepada istrinya, mendidiknya dan mempergaulinya dengan baik. Alloh berfirman: “Pergaulilah istri-istrimu dengan baik dan jika kamu tidak lagi menyukai mereka (jangan putuskan tali pernikahan), karena boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, tetapi Alloh menjadikan padanya (di balik itu) kebajikan yang banyak.”(QS. An-Nisa: 19)
Dan di sisi lain, Islam juga menetapkan kewajiban seorang istri kepada suami, antara lain, taat dan patuh, melayani suami dan menjaga hartanya dengan baik. “Sebaik-baik istri adalah jika kamu memandangnya, maka kamu akan terhibur, jika kamu perintah ia menurut, jika kamu bersumpah agar ia melakukan sesuatu, akan dipenuhinya dengan baik dan jika kamu pergi, dijaganya dirinya dan harta bendamu.” (HR. Nasa’i )
Sebagai suami istri harus selalu saling mengingatkan, saling terbuka dan saling percaya. Hubungan suami istri bukan hubungan antara majikan dan buruh, antara penguasa dengan rakyatnya akan tetapi hubungan persahabatan. Dalam arti keduanya adalah sama-sama penting dan berarti.
Hal itu yang masih di pupuk oleh ayah dan ibuku, agar rasa cintanya tetap tumbuh lestari tidak layu sebelum waktunya. Ibuku juga berpesan bahwa kelak aku tak hanya menjadi seorang istri saja namun aku akan menjadi seorang ibu pula. Menjadi ibu bukanlah sekedar perkara melahirkan, menyusui, dan memenuhi kebutuhan material anak-anaknya. Ibu juga membentuk anak manusia, calon anggota masyarakat yang sedang merajut bangunan peradaban yang mulia. Karena itu, seorang ibu juga pembentuk akhlak, pengisi nilai dan selalu menyalakan pelita harapan serta impian bagi anak-anaknya. Ibarat pemahat, seorang ibu bukan hanya sekedar meraut wajah, tetapi juga mengisi pancaran watak, kepribadian dan keteladanan pada karya Alloh yang hadir melalui dirinya.
Ohh… Terima kasih ibuku. Kau telah mengajarkan sedikit demi sedikit arti sebuah pernikahan dan membangun rumah tangga. Dan bekal itu tengah ku persiapkan sedari sekarang. Aku tahu bahwa keluarga muslim adalah satuan terkecil dalam sistem sosial umat Islam. Islam memandang keluarga tidak saja sebagai tempat menemukan ketentraman, cinta dan kasih-sayang, tetapi juga sesuatu perjanjian berat yang akan dimintai pertanggung-jawaban di hadapan Alloh.
Akhirnya, aku semakin yakin akan pesan Nabi: “Janganlah kamu nikahi wanita-wanita itu karena kecantikannya, karena mungkin kecantikannya itu akan menghinakan mereka sendiri. Dan jangan pula kamu nikahi mereka karena harta benda mereka, karena mungkin harta itu akan menyebabkan mereka sombong. Tetapi nikahilah mereka dengan dasar agama. Sesungguhnya budak yang hitam tetapi lebih baik agamanya, lebih baik kamu nikahi daripada lainnya.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi). Kelak ketika aku bisa menjaga keimananku, maka aku akan mendapatkan seperti hal nya bayanganku tatkala aku bercermin, dan itu adalah pendampingku . Insya Alloh.
Allohumma Ya Alloh, baguskanlah untukkku agamaku yang menjadi pangkal urusanku, baguskanlah duniaku yang menjadi tempat penghidupanku, serta baguskanlah akhiratku yang menjadi tempat kembaliku. Jadikanlah hidupku menjadi bekal bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah matiku sebagai pelepas dari segala keburukan.
Robbanaa aatinaa fid dun-nyaa hasanatan wa fil aakhirati hasanatan wa qinaa ‘adzaaban naari.

2 Responses so far.

  1. TSB says:

    what a great notes de..
    mas smpe terharu bacanya..
    ntahlah..yang jelas tertuang semua ditulisan deasy apa yang ada dipikiran mas..dengan segala kendalanya..
    semoga kita diberikan petunjuk..
    amin..

  2. Unknown says:

    Amiin ya Robb.. semoga qt selalu diberikan yg terbaik, mas :)