"Tidak ada yang sempurna di dunia.. Jika begitu adanya, mengapa masih mengharap berlebih dari apa yang sudah diberi oleh-Nya? Sekalipun masalah yang menyapa, ia bukan masalah yang tak ada jalan keluarnya. Karena pada-Nya saja, kita mengharap dan meminta.."

Postingan Populer

Pengikut

Ketika kita dihadapkan dengan berbagai macam ujian, seringkali kita bertanya, “Mengapa semua ini terjadi? Apa salahku?!”

Sejatinya ujian itu tidak lepas dari qadha’ (ketetapan) Allah, sebagai sunatullah. Kita harus meyakini bahwa baik dan buruknya yang terjadi dalam hidup kita semuanya berasal dari Allah. Katakanlah, "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (Qs. At-Taubah: 51).

“Sungguh, Kami pasti akan menimpakan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, serta kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un." Mereka itulah orang-orang yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka; mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al-Baqarah: 155-157).

Hanya saja, bukanlah karena Alloh penyebab hadirnya ujian di kehidupan kita. Selain ada yang memang merupakan bagian dari qadha' (ketetapan) Allah SWT, sesungguhnya banyak ujian yang hadir lebih merupakan akibat dari ulah dan tindakan kita sendiri. Dan Allah SWT yelah mengisyaratkan hal itu dalam firman-Nya, “Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri.” (Qs. Asy-Syura: 30).

Semua ujian yang hadir, merupakan teguran dari Allah agar kita segera kembali ke jalan-Nya, kembali pada semua ketentuan-Nya. Allah SWT telah mengingatkan kita, “Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs. Ar-Rum: 41).

Hidup di dalam lingkaran yang nyaman, membuat lupa bahwa hidup hanyalah sementara, menakutkan? tidak, karena yang lebih menakutkan adalah fakta bahwa rentang waktu hidup kita pendek dan tidak bisa diprediksi sama sekali.

Menilik kembali ujian-ujian yang diberikan Allah kepada kita, terkadang kita merasa bahwa ujian itu sangat berat, padahal hakikatnya pilihan-pilihan yang kita ambil sebelumnya lah yang membuat ujian-ujian itu datang dan bertingkat-tingkat. Ujian-ujian yang hadir silih berganti menimbulkan berbagai reaksi, baik reaksi kimiawi di dalam tubuh ataupun yang bersifat emosional yang jauh dari rasional.

Keinginan yang kuat akan kehidupan yang tenang, damai, dan nyaman merupakan reaksi yang wajar dan timbul dari relung hati setiap manusia yang tanpa sadar sedikit banyak mempengaruhi pilihan-pilihan yang kita ambil. Hidup memang bukanlah mengenai memuaskan hawa nafsu, karena sungguh kebahagiaan itu bukan dari memuaskan hawa nafsu kita.

Muhasabah adalah salah satu sarana dan alat untuk merefleksikan pilihan-pilihan yang telah kita ambil sebelumnya, begitu juga saat kita menghadapi ujian-ujian yang mendera. Bahwa keimanan akan selalu tumbuh dan memperbaiki dirinya dengan ujian-ujian tersebut. Allah SWT berfriman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Qs. Al-Ankabut: 2-3).



Suatu ketika, Saad bin Abi Waqqash pernah bertanya pada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, siapa yang paling berat ujian dan cobaannya? Beliau SAW menjawab, “Para nabi kemudian yang menyerupai mereka dan yang menyerupai mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya lemah dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seorang diuji terus-menerus sehingga ia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa.” (HR. Bukhari).